Fase baru dari seorang Teddy Adhitya kini menemui bentuknya yang paling jelas. Setelah diberikan kisi-kisi melalui perilisan single “Seperti Setiap Hari” di Juli lalu, akhirnya ia kembali berkenalan seutuhnya melalui Semua, Semua, sebuah album terbaru.
Album penuh ketiga singer-songwriter berdarah Ambon ini punya selang waktu tujuh tahun setelah kemunculan Nothing Is Real sebagai album perdana, juga empat tahun setelah album Question Mark ((?)).
Rentang waktu empat tahun tersebut yang menjadi latar belakang terciptanya Semua, Semua dengan ragam cerita serta dinamika yang terjadi di hidupnya. Sekumpulan perasaan yang meliputi cinta, kecewa, marah, hingga kekesalan dan kontemplasi yang akhirnya bersatu padu menjadi sebuah harmoni yang manis.
Bicara mengenai judul, pengulangan kata ‘semua’ berangkat dari bagaimana Teddy menganggap kata tersebut adalah kata paling sederhana yang bisa menggambarkan seluruh bentuk emosi dalam lagu-lagu di dalamnya.
Sementara jika bicara tentang tema besar dari album, Teddy sepakat bahwa ‘cinta’ dan ‘romantisisasi’ adalah jawabannya. “Album ini dan seluruh isinya adalah bentuk romantisisasi dari semua bentuk emosi, semua bentuk perasaan, semua bentuk pengalaman yang diromantisisasi melalui kata-kata dan kalimat
menjadi sebuah lagu dan melodi,” jelas Teddy.
Bukan tanpa alasan mengapa perilisan Semua, Semua menjadi sebuah fase baru di perjalanan bermusik seorang Teddy Adhitya. Selain menjadi album penuh ketiga di diskografi, seluruh lagu di dalam album dinyanyikan dalam rangkaian lirik berbahasa Indonesia. Capaian yang monumental, mengingat dalam dua album sebelumnya ia menggunakan bahasa Inggris. Sebuah ajang pembuktian bagi Teddy dengan materi-materi barunya.
“Ini album pertama berbahasa Indonesia gue yang dalam pengerjaannya gue pun banyak terkejut sama diri sendiri, dari cara penulisan dan keberanian gue untuk menulis lagu-lagu ini, keberanian untuk mengeksplorasi sisi baru dari gue,” lanjutnya.
Dua belas lagu dibawa oleh Teddy di Semua, Semua, mulai dari “Seperti Setiap Hari” yang sudah lebih dulu rilis, ditemani oleh beberapa yang belum pernah diperdengarkan seperti “Kini”, “Takkan Berpaling”, “Sumpah Mati”, “Kembalikanku”, hingga “Arah” yang melibatkan Kunto Aji sebagai kolaborator. Lagu “Caraku, Caramu” ia dapuk sebagai focus track, sebuah lagu yang dari segala aspek paling mewakili keseluruhan materi di dalam album.
“Menurut gue dia yang paling merepresentasikan secara judul dan lirik, dan juga kayak rasa baru dari gue yang mungkin belum pernah gue keluarkan gitu,” terang Teddy mengenai pemilihan “Caraku, Caramu” sebagai focus track.
Seluruh materi masih punya warna R&B khas Teddy dan karakter vokal yang sudah kental melekat, namun kini bungkusannya lebih pop, belum bosan-bosannya untuk bercerita tentang cinta, namun kini lebih sederhana dan lebih lugas tanpa butuh usaha berlebih untuk mencari tau apa yang ingin ia sampaikan di tiap lagunya.
Mengintip ke balik layar, penggarapan Semua, Semua melibatkan banyak nama yang masing- masing kontribusinya terdapat di berbagai lagu. Nama-nama yang terlibat adalah Adityar Andra, Anugrah Swastadi, Barry Likumahuwa, Dennis Nussy, Doni Joesran, Enrico Octaviano, Felix Buliks, Felix Davis, Gamaliel Tapiheru, Gangga, Henry Budidharma, Jelita, Kamga, Kenny Gabriel, Kevin Queency, Lafa Pratomo, Nino Kayam, Petra Sihombing, Ray Prasetya, Rendy Pandugo, Stevano, Taufan Wirzon, dan Vicky Geovaldy.
Belum berhenti sampai di situ saja, karena album Semua, Semua juga merupakan bentuk pertama dari kerja sama eksklusif Teddy Adhitya dengan KithLabo, divisi Artist Service dari Believe Music Indonesia. Ke depannya, harmonisasi antara dua nama ini akan menjangkau pendengar yang lebih luas lagi dalam bentuk promosi yang sesuai.
Semua, Semua bisa didengarkan melalui berbagai layanan streaming musik sejak Kamis (24/08). Video musik “Caraku, Caramu” akan menyusul tayang pada Senin (28/08). Mengutip kembali dari apa yang sang solois sampaikan saat perilisan single “Seperti Setiap Hari”, memang sudah saatnya seorang Teddy Adhitya punya album penuh dengan bahasa Indonesia.